Langsung ke konten utama

Rudal Intercept

Hasil gambar untuk rudal
Anda punya cerita yang pahit ketika dikunyah? Pasti punya. Karena hidup tak semanis gelali. Di antara cerita pahit itu adalah soal ngantri. Beli bensin terkadang harus ngantri, pergi ke dokter ngantri, bayar pajak ngantri, ngurus KTP ngantri, bahkan ke toilet umum pun juga seringkali harus ngantri. Mending kalau kita hidup di negeri Paman Gober yang penduduknya memegang teguh falsafah hidup : “bebek aja bisa ngantri”. Ini Indonesia Bung!






Emang kenapa? Pernah nggak pas lagi ngantri di pom bensin, tiba-tiba ada motor yang nyelonong masuk menerobos antrian? Atau pas lagi ngantri di Samsat, tiba-tiba ada seseorang yang langsung mendekati petugas. Ngobrol sesaat, sejurus kemudian berkas orang yang baru datang itu langsung diproses. Kampret! Emangnya kita ini dikirain manekin kali ya? Sudah tahu ngantri itu membosankan, malah diserobot.

Ngomongin soal serobot menyerobot, banyak pakarnya lho di sini. Dalam kajian ilmu stabilitas antrian, aksi serobot untuk merebut posisi di luar antrian itu namanya intercept. Dan tidak semua orang bisa melakukannya. Hanya orang-orang tertentu saja. Ga percaya? Di kantor Samsat misalnya. Orang yang bisa melakukan intercept, kalau bukan pejabat, kerabat dari petugas, ya para calo. Mereka semua adalah orang yang punya pengaruh (pengaruh calo apa? Ya fuluslah...hehe). Anda yang tidak punya pengaruh di lingkungan itu, saya sarankan ngantri sesuai urutan aja deh. Dari pada harus menangkis asbak yang beterbangan.

Aksi intercept dalam kehidupan sehari-hari adalah hal biasa. Dampak terburuk paling hanya cekcok. Tapi bagaimana jika itu terjadi untuk jabatan Panglima TNI? Wow...! Ngeri-ngeri sedap tuh!

Kita tahu, jabatan Panglima TNI sejak Reformasi ’98 sudah membentuk irama yang harmonis. Entah kebetulan atau memang ada semacam kesepakatan tak tertulis. Irama ini tersusun atas 3 nada. Yakni AD, AL dan AU. Ritmenya dimulai dari AD, berikutnya AL, lalu kembali ke AD, baru kemudian AU. Jika dituliskan akan seperti ini : AD – AL – AD – AU (lihat tabel).



Satu kali ritme berjalan normal. Masuk putaran kedua...ups! Sebuah rudal berjenis PATRIOT (Phased Array Tracking Radar to Intercept On Target) melakukan intercept di langit politik Indonesia. Rudal ini mampu melumpuhkan 80% Rudal Scud atau Rudal Al Husein milik Irak dalam Operation Iraqi Freedom (2003). Dan itu terbukti. Tongkat komando yang 'seharusnya' diserahkan ke AU, ternyata kembali ke AD lagi. Dari Jendral Moeldoko, berpindah ke Jendral Gatot Nurmantyo. Kok bisa? Jangan tanya saya. Karena saya bukan perwira militer atau pengamat militer. Hehe...

Bukankah itu kejadian yang biasa saja? Bisa iya, bisa tidak. Iya, karena Anda berpegangan pada hukum formal yang diatur dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Khususnya Pasal 13. Bahwa jabatan Panglima TNI adalah hak presiden meski harus melalui persetujuan DPR. Tapi jika Anda berkaca dari sejarah, tentu saja itu bukan kejadian biasa. Karena bangsa ini menyimpan sejarah kelam terkait proses integrasi dari laskar perjuangan rakyat menuju kesatuan tentara nasional.

Rudal PATRIOT ini sangat dinamis. Dia mampu bergerak cepat dengan akurasi yang luar biasa. Hanya dalam 17 bulan, sudah berhasil menaklukkan hati kalangan Islam politik. Rangkaian statement yang terekspos di media massa, seolah berubah menjadi mantra magis yang membuat umat Islam politik klepek-klepek. Banjir dukungan pun tak terbendung. Namanya kini dielu-elukan. Terutama bagi penganut ‘Madzhab 212’. Di jagat medsos, jangan coba-coba mengkritik namanya kalau tidak ingin mendapat serangan balik bertubi-tubi (semoga tulisan ini pun tidak dianggap sebagai kritik. Peace Bro..!). Padahal, kelompok Islam Politik dalam sejarah Indonesia beberapa kali head to head dengan militer. Mulai dari DI/TII, NII, Peristiwa Tanjung Priok, Komando Jihad, pembajakan Pesawat Woyla, dan masih banyak lagi.

Puncak manuver Rudal PATRIOT adalah dengan keluarnya Surat Kep/982/XII/2017 tertanggal 4 Desember 2017. Surat yang ditandatangani pada injury time masa jabatan itu berisi mutasi jabatan terhadap 85 perwira tinggi (pati). Terdiri dari 46 pati di jajaran AD, 28 pati jajaran AL, dan 11 pati jajaran AU. Kini, muncul Rudal S 300 buatan Rusia yang menghantam Rudal Patriot. Melalui Kep/928.a/XII/2017 tertanggal 19 Desember 2017, 16 mutasi dianulir. Pertunjukan perang rudal yang tidak kalah seru dengan yang terjadi di Timur Tengah.

Perang rudal itu memunculkan tanda tanya kecil. Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sempat curhat ke media, bahwa proses pergantian jabatannya dilakukan secara mendadak dan tanpa pemberitahuan. Tetapi GN tidak seperti seniornya (SBY, red) yang menjual tiket playing victim (saat berseteru dengan presiden ketika itu) untuk nyapres. Padahal, GN punya peluang untuk melakukan itu. Mengapa? Karena GN sangat menyadari bahwa dirinya adalah Rudal PATRIOT yang bergerak sesuai settingan program.

Pertanyaan besarnya sekarang adalah, siapa sebenarnya yang melepaskan dan mengendalikan Rudal PATRIOT dan juga Rudal S 300 itu? Jawaban dari pertanyaan itu sekaligus menjawab pertanyaan berikutnya, untuk apa rudal itu diluncurkan? Jika Anda menjawab yang meluncurkan Rudal Patriot adalah Guan Yu, jelas Anda salah dalam memahami alur cerita Romance of The Three Kingdom. Qiqiqi......



@guslege

penikmat warung kopi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebelet Ngislam

Kebelet pipis…? Kebelet be’ol…? Kebelet kawin…? Kebelet kaya…? Anda yang bukan orang Jawa mungkin akan bertanya2, apakah kebelet itu? Orang Arab bilang, maa hiya kebelet ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebelet diartikan sebagai : ingin sekali, tidak tertahankan lagi untuk melaksanakan keinginan. Apakah definisi KBBI itu sudah mewakili pengertian kebelet sesuai yang dimaksud oleh penemu kata kebelet ? Entahlah. Tapi setidaknya sudah cukup memberikan gambaran tentang arti kata kebelet . yakni adanya sebuah dorongan dari dalam untuk bersegera melakukan sesuatu.